Banyaknya orang
yang bertanya asal usul yang menyebabkan “Ritonga” menjadi sebutan dan
panggilan terhadap “seseorang” yang kemudian menjadi abadi yang sekarang
dikenal sebagai Marga Ritonga.
Mari sejenak kita
telusuri terlebih dahulu asal-usulnya. Paisang Isang Harbangan, orang yang
pertama kali mendapat panggilan “Ritonga”, adalah anak Silali Dolok. Silali
adalah anak Siregar. Siregar memiliki empat orang anak. Anak pertama yang
bernama Silo, anak kedua bernama Dongoran, anak ketiga bernama Silali dan anak
keempat bernama Siagian. Silali mempunyai dua anak Silali Dolok (Manahan)
sebagai anak pertama dan Silali Toruan (Pamoto) sebagai anak kedua. Paisang
Isang Harbangan ini adalah satu satunya anak dari Silali Dolok.
Disini, hanya
dibahas sejarah Paisang Isang Harbangan, sebab beliau adalah kakek kita.
Awalnya, Paisang Isang Harbangan bertempat tinggal di Muara Lobu Siregar bersama orang tuanya (Silali Dolok) dan pamannya Silali Toruan. Ketika sudah dewasa, saat musim paceklik tiba dan hasil pertanian tidak memadai lagi untuk kehidupan, Paisang Isang Harbangan pun berpikir dan terus berpikir mencari jalan keluar untuk memenuhi kehidupan juga. Akhirnya, Paisang Isang Harbangan pun bertekad dalam hatinya. “ Saya harus keluar dari kemelut ini, dari Muara Lobu Siregar untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi di tempat lain”.
Awalnya, Paisang Isang Harbangan bertempat tinggal di Muara Lobu Siregar bersama orang tuanya (Silali Dolok) dan pamannya Silali Toruan. Ketika sudah dewasa, saat musim paceklik tiba dan hasil pertanian tidak memadai lagi untuk kehidupan, Paisang Isang Harbangan pun berpikir dan terus berpikir mencari jalan keluar untuk memenuhi kehidupan juga. Akhirnya, Paisang Isang Harbangan pun bertekad dalam hatinya. “ Saya harus keluar dari kemelut ini, dari Muara Lobu Siregar untuk mencari kehidupan yang lebih baik lagi di tempat lain”.
Kemudian
Paisang Isang Harbangan pun menemui kawan-kawannya yang sehaluan dan setujuan.
Kawan-kawannya pun sangat setuju dan mendukungnya. Apalagi mereka mengetahui
bahwa Paisang Isang Harbangan mempunyai kelebihan-kelebihan. Jujur, berani dan
lagi punya ilmu yang tinggi. Siapa yang tidak mau berkawan dengan orang yang
cukup punya kemampuan dari berbagai segi. Dan mereka pun sepakat untuk
mengembara/merantau. Mereka pun menyiapkan perbekalan seperlunya saja. Pada
waktu dan tanggal yang telah disepakati, mereka pun berangkat ke Dolok Tor
Sihabu-habu.
Sesampainya
disana, mereka pun istirahat sejenak dan memakan bekal yang seadanya dari
kampung saat tengah hari. Setelah selesai makan, mereka pun bersiap-siap untuk
melanjutkan perjalanan. Namun ketika mereka berdiri dan menatap-natap
disekelilingnya mereka melihat dikejauhan ada tanda-tanda asap mengepul. Dan mereka
memperhatikan dengan sungguh-sungguh. Dengan tidak disangsikan lagi
kebenarannya, Paisang Isang Harbangan pun mengajak semua rombongan untuk
berangkat. “Mari kita lanjutkan perjalanan ini! Mudah-mudahan kita menemukan
kampung sebelum malam hari. Mari sama-sama kita memperhatikan arah timbulnya
asap yang kita lihat tadi di Dolok Tor Sihabu-habu. Mungkin saja nanti kita
akan menemukan kampung yang cocok untuk pertanian dan tempat kita. Mari kita
lanjutkan perjalanan. Mungkin masih jauh. Apalagi perjalanan ini mendaki dan
menurun”. Seru Paisang Isang Harbangan.
Menjelang sore
hari, rombongn mendengar ayam berkokok dari kejauhan sebagai pertanda adanya
sebuah kampung. “ Mari kawan-kawan kita lanjutkan perjalanan ini. Mudah-mudahan
saja kita menemukan kampung yang kita harapkan”. Akhirnya perjalanan itu
benar-benar menemukan sebuah kampung. Dan rombongan pun tiba di depan kampung.
Mereka lalu berhenti sejenak untuk mufakat. Mufakat menghasilkan keputusan
untuk menemui Raja Kampung. Kemudian, mereka membuat kesepakatan agar tidak
membuat tingkah laku yang mencurigakan orang-orang dikampung ini. Rombongan pun
bergerak perlahan-lahan. Dan orang-orang kampung itupun mendatangi Paisang
Isang Harbangan dan rombongannya. Kemudian mereka bersalam-salaman dengan penduduk
kampung itu dengan rombongan.
Rombongan pun
menjawab dengan basa-basi seperlunya. Lalu rombongan menanyakan perihal Raja
Kampung kepada penduduk tersebut. Penduduk kampong pun memberitahukan bahwa
Raja Kampung ada dirumahnya. Kemudian rombongan mengajak penduduk kampung untuk
membawa mereka kerumah raja Kampung.
Penduduk
kampong pun akhirnya membawa mereka kerumah Raja. Benar saja, Raja memang
berada dirumahnya. Raja pun menyambut dan mempersilakan rombongan dan penduduk
masuk kerumahnya.
Dirumah Raja, rombongan pun sama-sama duduk diatas tikar yang terbentang. Lalu Raja kampung pun bertanya kepada rombongan perihal maksud dan tujuannya dating kekampung tersebut. (Sementara waktu sudah menjelang malam). Rombongan pun menjawab dengan rendah hati dan basa-basi kesana kemari. Mereka kemudian disuguhkan makanan ala kadarnya. Namun, tidak ada satupun yang mencicipinya karena mungkin saja ada hal-hal yang kurang baik untuk kesehatan mereka.
Dirumah Raja, rombongan pun sama-sama duduk diatas tikar yang terbentang. Lalu Raja kampung pun bertanya kepada rombongan perihal maksud dan tujuannya dating kekampung tersebut. (Sementara waktu sudah menjelang malam). Rombongan pun menjawab dengan rendah hati dan basa-basi kesana kemari. Mereka kemudian disuguhkan makanan ala kadarnya. Namun, tidak ada satupun yang mencicipinya karena mungkin saja ada hal-hal yang kurang baik untuk kesehatan mereka.
Mengingat hari
sudah jauh malam, maka Paisang Isang Harbangan sebagai kepala rombongan memohon
untuk undur diri dari ruangan. Sebelum undur diri, Paisang Isang Harbangan pun
berkata, “ Kalau bisa, kami mengharapkan pertolongan dari Raja untuk membekali
kami sirih untuk kami makan diperjalanan”. Raja lalu dengan senang hati memberikan
sirih selengkapnya kepada mereka.
Mereka pun
permisi untuk berangkat meneruskan perjalanan di tengah malam buta yang sangat
susah ditempuh karena mereka tidak mengetahui keadaan kampung tersebut. Mereka
terus mengikuti jalan, hanya cahaya bintang yang gemerlap dari langit yang
menerangi jalan. Rupanya, Jalan yang ditempuh adalah jalan kepancuran. Lalu
mereka pun mendaki keatas pancuran. Disana mereka berhenti (Istirahat). Di tepi
pancuran, Mereka berbisik-bisik dari seorang keseorang hingga membuahkan hasil
kesepakatan bersama. Mereka lalu sungguh-sungguh menyiapkan segala sesuatunya
dengan maksud sebelum pagi hari tugas semuanya sudah selesai. Yaitu rencana
untuk mengelabui penduduk kampung tersebut.
Sebelum
penduduk datang, mereka pun segera menjauh dari tepi pancuran untuk mengamati
reaksi penduduk kampung yang bernama Parsosoran. Seperti biasanya, tidak ada
penduduk kampung yang curiga. Hingga akhirnya penduduk terkejut. Bahkan sangat
terkejut sampai-sampai mereka tidak jadi ambil air. Penduduk melihat makanan
yang berserakan, sirih-sirih yang bersimbahan. Demikian pula kayu yang
dipacakan sebagai pertahanan. Ibu-ibu pun segera pulang untuk memberitahukan
kepada keluarga masing-masing. Ada pula yang melaporkannya kepada Raja Kampung,
bahwa bagaimanapun, mereka bertujuan jahat, mereka bertujuan menyerang kampung
karena mereka telah membuat pertahanan dan penduduk kampung tidak akan mampu
membendung dan melawan mereka. Penduduk pun mengusulkan kepada Raja Kampung
untuk meninggalkan kampung bersama-sama daripada banyak jatuh korban. Raja pun
akhirnya setuju atas keinginan penduduk kampung ini.
Masing-masing
penduduk menyiapkan barang-barang yang bisa dibawa. Masing-masing sedang sibuk
mengurus barang-barangnya. Dihalaman rumah Raja, anak-anak dan ibu-ibu sudah
berkumpul untuk berangkat. Sementara laki-laki turun naik kerumahnya untuk
melihat apakah ada yang bisa dibawa. Raja lalu memerintahkan untuk berangkat.
Anak-anak dan ibu-ibu ditempatkan ditengah-tengah rombongan, sementara
laki-laki di depan dan di belakang rombongan.
Paisang Isang
Harbangan dan teman-temannya sejak pagi hingga sore memantau dan mengintip
kepergian penduduk kampung. Satu jam kemudian kampung itu kosong
sekosong-kosongnya. Paisang Isang Harbangan pun beserta rombongan turun kesegala
sudut kampung sambil mengintip kecelah-celah rumah jika saja ada hal-hal yang
mencurigakan. Ternyata benar-benar kosong, tidak ada yang mencurigakan, aman
seaman-amannya. Kejadian ini bagaikan mimpi disiang bolong. Siasat Paisang
Isang Harbangan dan rombongan untuk mengelabui penduduk kampung benar-benar
membawa hasil. Dan kampung Parsosoran telah jatuh ketangan rombongan Paisang
Isang Harbangan tanpa ada kesulitan dan pengerahan tenaga. Penduduk kampung
kalah sebelum berperang. Tak ada setetes keringat ataupun darah yang mengalir.
Melihat disana
sini masih ada api, diatas tungku masih tertenggek periuk nasi, rombongan
Paisang Isang Harbangan yang benar-benar laparpun makan seadanya untuk
mengganjal perut yang kosong. Rombongan kemudian bersiap-siap dan berjaga-jaga
bila kemudian ada yang mencurigakan. Ternyata mereka aman aman saja serta tidak
ada gangguan dari manapun.
Paisang Isang
Harbangan dan teman-temannya berikrar bersama-sama seiya sekata untuk
mempertahankan kampung yang telah jatuh ketangan mereka. Janji mereka ini
adalah janji abadi. Langkah selanjutnya adalah meningkatkan pertanian dan
kehidupan, menjaga keamanan.
Tahun berganti
tahun. Paisang Isang Harbangan pun selalu dijemput dan diminta untuk mengobati
penderita yang sakit. Pada umumnya, penangannya cukup berhasil.
Mengingat
usianya sudah bertambah tua, Paisang Isang Harbangan pun menetap saja
dirumahnya. Namun, karena kesohorannya, orang-orang selalu berdatangan untuk
berobat. Dan orang-orang yang datang selalu bertanya. “Yang manakah rumah Datu
Na Bolon itu?”. Penduduk kampung menjawab, “ Itulah dia rumahnya yang di TONGA
dan atap rumahnya terbuat dari RI atau lalang/padang”. Demikianlah seterusnya
pertanyaan-pertanyaan orang-orang yang datang. Dan Demikian pula sebaliknya
jawaban penduduk kampung Parsosoran dengan RITONGA saja.
Akhirnya
Paisang Isang Harbangan pun dinamai Paisang Isang Harbangan Ritonga (atap
rumahnya terbuat dari ri = ilalang).
Demikianlah
nama kakek Marga Ritonga, yang akhirnya terus berkembang keturunan-keturunannya
kepelosok tanah air Indonesia. Kampung Parsosoran adalah kampung kakek Marga Ritonga,
Parsosoran saat ini termasuk dalam wilayah Kecamatan Garoga Kabupaten Tapanuli Utara, Paisang Isang Harbangan adalah pembawa Marga Ritonga. Di Parsosoran telah didirikan
tugu atau monument sejarah Ritonga pada tanggal 9 Oktober 1993.
Sumber :
http://silsilahmargaritonga.com/sejarah-ritonga.html